welcome

welcome

wa...wa...wa....

wa...wa...wa....

Mengenai Program Studi PPKn di Universitas Cenderawasih



VISI MISI DAN TUJUAN PROGRAM STUDI PPKn


Program Studi (PS)

: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegara


J u r u s a n

: Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial


F a k u l t a s

: Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Perguruan Tinggi

: Universitas Cenderawasih


Waktu Penyelenggaraan Pertama Kali

: 11 Juli 1998


Nomor SK Pendirian PS

: 239 DIKTI KEP 1996


Tanggal SK

: 11 Juli 1997


Pejabat Penandatangan SK

: BAMBANG SOEHENDRO





Visi dan Misi Program Studi PPKn

Visi Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah : “ Menjadi program studi yang unggul dalam pengembangan kewarganegaraan, demokrasi dan hak asasi manusia, serta menghasilkan lulusan yang professional, beretika dan bermoral dalam menghadapi tantangan global “.



Misi Program Studi PPKn

1. Meningkatkan mutu pembelajaran Program Studi PPKn

2. Meningkatkan keterampilan mengajar calon guru PPKn

3. Menghasilkan tenaga kependidikan kewarganegaraan yang profesional dan memiliki integritas (pemikir, peneliti serta pengabdi yang mampu menerapkan nilai-nilai dasar Pancasila

4. Menghasilkan pribadi yang profesional, berwawasan luas, menjadi warga negara yang baik dan aktif dalam pembangunan bangsa dan negara.

5. Menjalin dan mengembangkan kerjasama dengan lembaga internal dan eksternal dalam rangka kualitas tenaga akademik, kemahasiswaan, dan kualitas akademik melalui kerjasama dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.



Tujuan Program Studi PPKn

1). Menghasilkan tenaga kependidikan dalam bidang pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah baik umum maupun kejuruan

2). Menghasilkan tenaga profesional dalam bidang pendidikan kewarganegaraan , demokrasi serta hak asasi manusia membentuk karakter yang berwawasan multidisiplin ilmu

3). Menghasilkan tenaga ahli, peneliti dan pemikir dalam bidang pendidikan kewarganegaraan, demokrasi dan hak asasi manusia


Berdasarkan misi yang ditetapkan, maka sasaran yang akan dicapai Program Studi PPKn FKIP Universitas Cenderawasih yaitu peningkatan mutu pembelajaran dan mutu lulusan program studi dengan strategi pencapaian yaitu melakukan penyesuaian kurikulum, peningkatan strategi dan metode pembelajaran sesuai dengan pembelajaran aktif di perguruan tinggi (ALIHE)




Laman

Kalau mau cari data seperti biasa di google....klik dan cari disini

Rabu, 24 November 2010

KEDUDUKAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN oleh Yan Dirk Wabiser

I. PENDAHULUAN
Era globalisasi yang melanda dunia saat ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap warga negara Indonesia. Warga negara sebagai pihak yang merasakan dan mempraktekkan dampak kondusif maupun destruktif globalisasi. Dampak kondusif dan destruktif dapat mempengaruhi perilaku kehidupan masyarakat. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan. Apakah hak dan kewajiban warga negara akan tetap eksis di era globalisasi?. Pertanyaan berikut : apakah nilai-nilai luhur yang menjadi pegangan dalam pembentukan karakter/watak kita (bangsa) tidak akan dihancurkan oleh gelombang globalisasi?
Globalisasi berkembang begitu cepat tanpa mengenal batas wilayah suatu negara negara. Dengan globalisasi semua yang jauh seolah-olah menjadi dekat, seakan-akan tidak ada lagi jarak antara tempat yang satu dan tempat yang lainnya. Globalisasi menjadikan dunia seolah tanpa batas (Ibarat sebuah kampung kecil). Perkembangan yang begitu cepat ini dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia (aspek ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan). Berbagai Informasi baik dari dalam maupun luar negeri semakin mudah diperoleh.
Globalisasi juga dapat menyebabkan terjadinya perpindahan dan perubahan nilai dan norma dari satu bangsa ke bangsa lain. Contohnya cara berpikir dan bertindak serta cara berperilaku setiap manusia. Hal ini terjadi karena adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Bayangkah saja bagaimana bentuk unjuk rasa dan demonstrasi yang semakin berani di Indonesia yang mengabaikan kepentingan umum dengan cara membuat kerusuhan dan anarkhis. Bayangkan saja, semakin menguatnya supremasi hukum, demokratisasi, dan tuntutan terhadap dilaksanakannya hak-hak asasi manusia.
Globalisasi membawa dampak positif maupun negatif bagi manusia (warga negara) dari suatu negara. Warga negara sebagai tulang punggung dari negara berperan penting dalam kelangsungan hidup negaranya di era globalisasi ini. Untuk menghadapi globalisasi itu, warga negara perlu memiliki filter (saringan). Filter itu berupa pandangan hidup, nilai dan norma. Era globalisasi masa kini mengharuskan warga negara untuk bersikap arif dan mampu merumuskan serta mengaktualisasikan kembali nilai-nilai kebangsaan yang tangguh dalam berinteraksi terhadap tatanan dunia luar dengan tetap berpijak pada jati diri bangsa, serta menyegarkan dan memperluas makna pemahaman kebangsaan kita dengan mengurangi berbagai dampak negatif yang akan timbul.
Tanpa saringan yang ampuh, warga negara akan terjerumus ke dalam hal-hal negatif yang dibawa oleh globalisasi. Agar warga negara tidak terjerumus dalam hal-hal yang merugikan dirinya sendiri maupun negara secara keseluruhan, maka mutlak perlu adanya pendidikan kewarganegaraan dalam pembangunan Civic Competence (kompetensi kewarganegaraan)

II. KOMPETENSI STANDAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan ( Civic Education) tidak bisa diisolasi dari kecenderungan globalisasi yang mempengaruhi kehidupan manusia di mana pun ia hidup. Dalam menghadapi kecenderungan globalisasi tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia ditempatkan sebagai salah satu bidang kajian yang mengembangkan misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui “value-based education”. Selain itu, Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia megembang misi sebagai pendidikan demokrasi. Oleh karena itu hendaknya Pendidikan Kewarganegaraan mengkaji konsep besar yang dibawa globalisasi, yakni demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan menempatkan hukum di atas segalanya yang didasarkan pada fondasi sepuluh pilar demokrasi (The Ten Pillars of Indonesian Constitusional Democracy) yang menjadi dasar pengembangan pendidikan kewarganegaraan yang baru ( Makalah Seminar Internasional Pendidikan Kewarganegaraan, 12 Desember 2009). Sepuluh pilar demokrasi yang dimaksud adalah :

1.Ketuhanan Yang Maha Esa
2.Hak Asasi Manusia
3.Kedaulatan Rakyat
4.Kecerdasan Rakyat
5.Pemisahan Kekuasaan Negara
6.Otonomi Daerah
7.Supremasi Hukum ( rule of law )
8.Peradilan Yang Bebas
9.Kesejahteraan Rakyat
10.Keadilan Sosial

Fokus utama pengembangan pendidikan kewarganegaraan bermuara pada pembangunan civic competence (kompetensi kewarganegaraan). Aspek - aspek civic competence tersebut meliputi pengetahuan kewarganegaraan ( civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic disposition). Pengetahuan kewarganegaraan menyangkut akademik keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral (terkait dengan materi inti tentang hak dan tanggung jawab warga negara (kewajiban), hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses-proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasarkan hukum, dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Keterampilan kewarganegaraan meliputi keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajibannya dibidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui.
Watak/karakter kewarganegaraan merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan. Watak atau karakter dipandang sebagai “muara” dari pengembangan pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan. Dengan memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, karakteristik mata pelajaran ini ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat afektif (sikap).
Dengan demikian, seorang warga negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik, terutama dibidang politik, hukum, dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selanjutnya seorang warga negara diharapkan memiliki keterampilan secara intelektual maupun secara partisipatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada akhirnya pengetahuan dan keterampilannya itu akan membentuk suatu watak atau karakter yang mapan, sehingga menjadi sikap atau kebiasaan hidup sehari-hari yang mencerminkan warga negara yang baik itu misalnya sikap religius, toleran, jujur, adil, demokratis, menghargai perbedaan, menghormati hukum, menghormati hak orang lain, memiliki semangat kebangsaan yang kuat, memiliki rasa kesetiakawanan sosial, dan lain-lain.
Dengan demikian terdapat beberapa keharusan dan tuntutan terhadap Pendidikan Kewarganegaraan di era global, baik dalam kajian disiplin ilmu, kurikulum, dan pembelajaran.

III. SIMPULAN

Globalisasi tidak bisa (mungkin) dihindari atau pun ditolak dan dilawan karena sudah merupakan suatu fenomena sosial yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia sejagat raya. Belajarlah untuk memetik dampak konstruktif globalisasi (nilai dasar globalisasi) serta berusaha untuk menghindari dampak desrtuktifnya. Agar tetap eksisi terhadap tantangan jaman ini, warga negara harus bersikap arif dan mampu merumuskan serta mengaktualisasikan kembali nilai-nilai kebangsaan yang tangguh dalam berinteraksi terhadap tatanan dunia luar dengan tetap berpijak pada jati diri bangsa, serta menyegarkan dan memperluas makna pemahaman kebangsaan dengan mengurangi berbagai dampak negatif yang timbulkan oleh globalisasi.

---------------------------------------

DAFTAR RUJUKAN

BSNP, 2006. Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMP/MTs.Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Chauvel Richard, dkk. 2005. Indonesia-Australia Tantangan dan Kesempatan dalam Hubungan Politik Bilateral. Jakarta : Granit

Dede Rosyada, dkk. 2003. Buku Panduan Dosen Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Prenada Media

Kanal, Tri Darmiyati. 2008. “Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme”. Opini. tt.

Lumintang, O.M, Yan D.Wabiser, Willius Kogoya, 2010. Modul Materi Pendidikan Kewarganegaraan Guru Kelas SD. Jayapura : Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Rayon 31 Universitas Cenderawasih.

Riant, Nugroho D. dan Tri Harinuta S. 2005. Tantangan Indonesia : Solusi Pembangunan Politik Negara Berkembang. Jakarta : Alex Media Komputindo

Samsudin Berlian (ed). 2006. Masa Depan Sempurna Tantangan dan Janji Globalisasi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

UPI, 2009, “Membangun Kompetensi Kewarganegaraan Di Era Globalisasi Melalui Pendidikan Kewarganegaraan : Problem dan Prospek ”, Makalah. Bandung

PEMANFAATAN MEDIA GRAFIS DALAM PEMBELAJARAN PKn SD

PEMANFAATAN MEDIA GRAFIS DALAM PEMBELAJARAN PKn SD

Yan Dirk Wabiser, S.Pd.,M.Hum.

ABSTRAK

Media pembelajaran sebagai salah satu komponen dalam kompetensi guru. Karena itu, guru harus merencanakan, merancang dan menggunakan media sesuai dengan karakteristik peserta didik dan kompetensi dasar yang akan dicapai. Pemanfaatan media merupakan bagian yang harus mendapat perhatian guru dalam setiap kegiatan pembelajaran. Media pembelajaran memperlancar interaksi antara guru dengan anak didik, menghindari verbalisme pada diri anak didik serta kegiatan pembelajaran lebih efektif dan efisien.


Kata Kunci : Manfaat, Media Grafis, Pembelajaran PKn SD


PENDAHULUAN
Salah satu cara untuk mengaktifkan peserta didik dalam suatu pembelajaran adalah memberi peluang untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran (pembelajaran aktif). Peserta didik menjadi mudah berpartisipasi atau terlibat jika mereka mengenal dengan baik obyek materi pembelajaran. Salah satu cara untuk mempermudah mengenali obyek materi pelajaran adalah memanfaatkan benda-benda sebagai sumber belajar termasuk media yang yang sesuai dengan pengalaman hidup peserta didik.
Oleh karena itu, setiap guru diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka di dalam memilih, mengelompokkan, dan memanfaatkan berbagai obyek yang terdapat di lingkungan sekolah, atau di luar sekolah sebagai sumber belajar peserta didik sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Lebih lanjut, guru diharapkan dapat mendorong peserta didik untuk terlibat aktif dalam media yang digunakan dalam pembelajaran.
Media merupakan bagian yang tak terpisah dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya. Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran, yang meliputi: media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar, fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, seluk-beluk proses belajar, hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan, nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran, pemilihan dan penggunaan media pendidikan, berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan, media pendidikan dalam setiap mata pelajaran, dan usaha inovasi dalam media pendidikan. (Hamalik, 1994 : 6).
Dalam mengajar seorang guru memerlukan berbagai alat bantu, berupa media sumber belajar. Hal ini diperlukan karena alat bantu akan mendukung metode yang digunakan oleh seorang guru. Alat bantu yang digunakan oleh seorang guru dapat mewakili sesuatu yang tidak dapat disampaikan oleh guru melalui kata atau kalimat. Keefektifan daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang sulit dan rumit dapat terjadi dengan bantuan alat bantu ( Aqib, 2002 : 58)
Penggunaan alat bantu sangat cocok apabila guru menggunakan berbagai metode mengajar yang kita kenal dewasa ini. Misalnya metode mengajar ceramah bervariasi sangat baik apabila menggunakan media mengajar grafis. Metode mengajar ini sangat efisien dengan media grafis yang dipilih oleh guru, sesuai materi pelajaran. Dalam penggunaan metode ini guru harus pandai memilih media grafis. Pembelajaran yang menggunakan media grafis tidak membuat siswa itu menjadi bosan.

Manfaat penggunaan media (grafis) dalam kegiatan belajar mengajar, terutama untuk tingkat SD adalah sangat besar. Pada usia ini anak masih berada pada tahap berpikir kongkrit dan belum mampu berpikir abstrak. Kehadiran media sangat membantu mereka dalam memahami konsep tertentu, yang tidak atau kurang mampu dijelaskan dengan bahasa. Ketidakmampuan guru dalam menjelaskan sesuatu materi ajar dapat diwakili oleh peranan media. Dalam hal ini, media bernilai praktis bagi siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran ( Dimyanti, 1993; Nurani, 2003)
Ada kesan kuat bahwa dalam proses pembelajaran di sekolah, guru jarang menggunakan media pembelajaran sehingga murid/ siswa tidak optimal dalam belajarnya serta menjauhkan anak didik dengan lingkungan dan kenyataan. Berkaitan dengan media pembelajaran terutama media grafis, dalam tulisan ini penulis merancang format media grafis untuk bisa digunakan oleh guru.

Media Grafis
Media grafis adalah suatu penyajian secara visual yang menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar atau simbol visual lain dengan maksud untuk mengikhtiarkan, menggambarkan, merangkum suatu ide, data atau kejadian. Media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Simbol-simbol itu perlu dipahami benar artinya proses penyampaian pesan dapat berhasil dan efesien (Sadiman, 1986 : 28-29).
Selain fungsi umum tersebut, secara khusus media grafis berfungsi juga untuk menarik perhatian, memperjelas ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan. Media grafis dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu media grafis bukan proyeksi dan media grafis proyeksi
1. Media grafis bukan proyeksi terdiri dari :
a. gambar/foto
b. sketsa
c. diagram
d. grafik: grafik garis,grafik batang, grafis balok
e. bagan/chard
f. poster
g. karton dan karikatur
h. peta/globe
i. papan tulis
j. papan flanel
k. papan buletin

2. Media grafis proyeksi : beningan/transparan


Manfaat Media dalam Kegiatan Pembelajaran
Manfaat media dalam kegiatan pembelajaran tidak lain adalah memperlancar proses interaksi antara guru denga siswa, dalam hal ini membantu siswa belajar secara optimal. Setiyana berpendapat bahwa domain/aspek kognitif, psikomotorik dan efektif tak bisa tergali tanpa menggerakkan para siswa berpraktik dengan bantuan alat peraga (Kompas, 19 Desember 2007). Kemp dan Dayton (dalam Yamin, 2007:200) mengidentifikasi tidak kurang dari 10 (sepuluh) manfaat media dalam kegiatan pembelajar, yaitu:
1. Menyapaikan materi pembelajaran dapat diseragamkan
2. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik
3. Proses siswa lebih intreraktif
4. Jumlah waktu belajar mengajar dapat dikurangi
5. Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan
6. Proses belajar dapat belajar terjadi dimana saja dan kapan saja
7. Sikap positif siswa terhadap bahan pelajaran maupun terhadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan
8. Peran guru dapat berubah kea rah yang lebih positif dan produktif
9. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan
10. memungkinkan anak didik belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya (Lihat juga : Sadiman, dkk, 2007 : 17-18; Usman, 2006 : 32; Solihatin dan Raharjo, 2007 : 22-23)


Macam-macam Media Pembelajaran
Banyak sekali media pembelajaran, namun hanya sedikit sekali yang sering di gunakan did lam kelas. Macam-macam media pembelajaran adalah:
1. Overhead projektor
2. Gambar, foto
3. Model
4. Papan tulis
5. Buku
6. Vidio
7. Fiml bingkai
8. Poster
9. Globe
10. Peta
11. Chart/bagan
12. Video tape
13. dll
Media yang sering digunakan guru dalam kelas adalah overhead projector, gambar/foto, model, papan tulis, chart dan buku.







Pemilihan Media Pembelajaran
Penggunaan media atau alat-alat modern di dalam pembelajaran bukanlah berarti menggati cara mengajar yang baik, melainkan untuk melengkapi dan membantu para guru dalam menyampaikan materi atau informasi kepada siswa. Dengan menggunakan media diharapkan terjadinya komunikasi yang komunikatif, siswa mudah memahami maksud dari materi yang disampaikan guru di depan kelas, kemudian juga sebalikbya guru mudah mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, melalui media, guru dapat membuat contoh-contoh, interprestasi-interprestasi sehingga siswa mendapat kesamaan arti sesama mereka.
Penggunaan dan pemilihan media harus mempertimbangkan :
1. Tujuan/indikator yang hendak dicapai
2. Kesesuaian media dengan matri yang dibahas
3. Tersedia sarana dan prasarana penunjang, dan
4. Karakteristik (kematangan) siswa
5. Kesesuaian batas kemampuan biaya
6. Penggunaan alat peraga disertai kelanjutannya seperti dengan diskusi, analisis dan evaluasi (Usman, 2006 : 32; Yamin, 2007 : 209; Sadiman, 2007 : 18)

Media Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Berdasarkan macam-macam media pembelajaran di atas, media pembelajaran yang digunakan untuk pembelajaran kewarganegaraan adalah : papan tulis, overhead projector, gambar/foto, chart/bagan, buku. Berdasarkan pertimbangan keterbatasan sarana dan prasarana, maka media pembelajaran seperti overhead projector tidak mutlak untuk mencapai dalam proses pembelajaran.
Media yang paling efektif dalam pembelajaran kewarganegaraan adalah media grafis (gambar/foto, bagan/chart, poster, kartun). Dengan media grafis, anak didik mudah memahami materi pelajaran serta mampu menarik kesimpulan terhadap media gambar yang ditampilkan oleh guru. Media grafis yang ditampilkan harus sesuai dengan tujuan/indikator yang hendak dicapai, kesesuaian dengan materi yang dibahas serta karaktristik murid/siswa.

Rancangan Media Pembelajaran PKn SD
Mata Pelajaran PKn mempunyai misi membina nilai, moral, dan norma secara utuh bulat dan berkesinambungan. Tujuan PKn adalah untuk membentuk warga negara yang baik, yaitu yang tahu, mau dan sadar akan hak dan kewajibannya. Dibandingkan dengan mata pelajaran lain, PKn lebih menekankan pada pembentukan aspek moral (afektif) tanpa meninggalkan aspek lainnya. Untuk mencapai sasaran dan target tersebut, dalam pembelajaran-pembelajaran diperlukan penataan alat, bahan dan sumber belajar agar dapat dilihat dan mudah digunakan oleh murid. Media Pembelajaran PKn harus dapat menstimulus lahirnya proses pembelajaran yang aktif dan kreatif (Pakem). Menurut Rumianiti (2007), syarat yang harus diperhatikan untuk media PKn, yaitu :
1) membawakan sesuatu atau sejumlah isi pesan harapan
2) memuat nilai atau pesan kontras
3) diambil dari dunia kehidupan nyata
4) menarik minat dan perhatian siswa
5) terjangkau oleh kemampuan belajar siswa



Sumber Informasi Media Grafis
1. Surat Kabar/Koran
2. Biro Kliping
3. Majalah
4. Buletin
5. Sekolah (media yang tersedia di sekolah)
6. Siswa (tugas kliping siswa)
7. Guru
8. Kantor Pemerintahan
9. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)













































Format Media Grafis PKn SD

Media Grafis PKn
Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan
Standar kompetensi :
Indikator :
Tujuan pembelajaran :
Materi Pembelajaran :
Media Grafis :Gambar/Foto/Bagan







Deskripsi Media grafis: Gambar /foto ini mengandung makna… (sesuaikan dengan materi)

Tugas Murid/Siswa : Guru meminta salah satu siswa (bila perlu sebut namanya) untuk memberikan komentar terhadap gambar/foto yang ditampilkan. Guru juga meminta siswa lain untuk mengomentari komentar temannya
Tugas Guru : Menjelaskan makna gambar dan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan gambar/foto tersebut

Kesimpulan : Guru bersama murid/siswa menarik kesimpulan terhadap gambar/foto yang ditampilkan
Mengetahui
Kepala Sekolah Guru PKn

Izaach Sisyuf Jan Mario Emeliano
NIP. 132 xxx NIP.132 xxx
















Contoh media grafis PKn SD

Media Grafis PKn
Mata Pelajaran :
Standar kompetensi :
Indikator :
Tujuan pembelajaran :
Materi Pembelajaran :
Media Grafis :Gambar/Foto/Bagan
















Deskripsi Media grafis:……………………………….
………………………………………
Tugas Murid/Siswa : ……………………………………… …………………………………

Tugas Guru : ………………………………………
………………………………………

Kesimpulan :……………………………………

………………………………………
Mengetahui
Kepala Sekolah Guru PKn


(………………….) (……………….)









Contoh media grafis PKn SD

Media Grafis PKn
Mata Pelajaran :
Standar kompetensi :
Indikator :
Tujuan pembelajaran :
Materi Pembelajaran :
Media Grafis : Gambar/Foto/Bagan















Deskripsi Media grafis:………………………………

Tugas Murid/Siswa : ………………………………………

Tugas Guru : ………………………………………

Kesimpulan :………………………………………


Mengetahui
Kepala Sekolah Guru Kelas



(………………….) (……………….)












Contoh media grafis PKn SD

Media Grafis PKn
Mata Pelajaran :
Standar kompetensi :
Indikator :
Tujuan pembelajaran :
Materi Pembelajaran :
Media Grafis :Gambar/Foto/Bagan

















Deskripsi Media grafis :…………………………………

Tugas Murid/Siswa : …………………………………...
Tugas Guru : …………………………...………

Kesimpulan :……………………………………


Mengetahui
Kepala Sekolah Guru PKn



(.............................) ( .......................... )











Contoh media grafis PKn SD

Media Grafis PKn
Mata Pelajaran :
Standar kompetensi :
Indikator :
Tujuan pembelajaran :
Materi Pembelajaran :
Media Grafis : Gambar/Foto/Bagan













Deskripsi Media grafis : ………………………….....………

Tugas Murid/Siswa : ………………………………………

Tugas Guru : ……………………………………….

Kesimpulan :………………………………………...


Mengetahui
Kepala Sekolah Guru Kelas



(.......................... ) ( ........................... )




SIMPULAN

Media pembelajaran (grafis) merupakan salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran, dengan demikian mutlak direncanakan, disipkan dan digunakan oleh guru saat mengajar di kelas dengan memperhatikan dunia kehidupan nyata anak didik. Pengajaran dengan menggunakan media dapat meningkatkan hasil pengalaman belajar peserta didik.

DAFTAR RUJUKAN

Aqib Sainal. 2002. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya : Insan Cendekia

Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Sadiman Arief, dkk. 2007. Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta : RajaGrafindo Persada

Solihatin Etin dan Raharjo. Cooperative Learning : Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta : Bumi Aksara

Uno, Hamzah B. 2008. Profesi Kependidikan : Problema, Solusi, dan reformasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Usman M. Uzer. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya

Yamin Martinis. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta : Gaung Persada Press

MENUMBUHKAN KESADARAN SEJARAH LOKAL PAPUA

GROWING AWARENESS OF LOCAL HISTORY OF PAPUA (VERSI BAHASA INGGRIS)
By: Jan Dirk Wabiser *


Preliminary
Each area has a local history and oral history of each and all started in the form of oral history. Such generalizations can be found everywhere, including in Papua. Papuans generally save a lot of local history that is often spoken, but not recorded in the document as written sources. Local History of Papua has not been much explored, switched on and empowered to be included in the local curriculum. By maketh as local content of teaching materials, the younger generation (students) do not lose their identity and their identity.
Exploring local history is very important since the national history is formed from a number of local historical information but it certainly has a national value. In addition, local history is the mirror away from the owner of that history. Local history of Papua to be excavated and turned on for the Papuans today do not lose their self identity. This is very urgent because kelampauan Papua help determine present and futurity expected better. Digging and turning on an awareness of local history.
Being conscious of history as confirmed by the historian of Indonesia, Satono Kartodirdjo (1993) that the nation does not know his past will lose their identity or personality. Thus, awareness of history is an inspiration and aspiration, both are very potential to evoke a sense of pride (pride) and a sense of obligation (responsibility and obligation).
Awareness of history above, also contained in the Policy outlined by Country of (1993) who have asserted that the values and historical traditions which give typical culture of the nation need to dig in, maintained, and promoted to foster the national spirit unpatriotic. This guarantee can diwujudnyatakan through awareness of history. Without awareness of human history is like life without purpose or as if we do not have a history. If the condition is so, then difficult to determine the present and future.
Tanah Papua is not terra in cognita, because it was inhabited by Melanesian people of Papua race since several centuries ago. In the process of the human journey of Papua is rich in oral tradition, oral history and local history. These riches show identification, but not much explored, turned on and empowered for the sake of national development and regional (provincial / district / city), and more specifically for the Papuans did not lose her identity both present and future.
Awareness of local history of Papua, sometimes like a closed curtain, in terms of this area certainly has a history like other regions, the difference in the feel of historical tertetak according to circumstances and the facts supporting. For example: Days So Jayapura city, there are historical nuances that accompany it. The existence of local history of a region is determined by the historical sources that support it. For the first region into the central seat of government was to ensure that area will have very important meaning for disclosure and preparation history (Turah Fortune, 2005). Areas in Papua, which first become a center of government is to Manokwari, Fak-Fak, Merauke and Hollandia (Jayapura). Why is there a regional archive office? because the document is always stored in the archives of the region and also in the library. Documents are stored is very important in regional development planning. Unlike the area since the first does not become the center of government, the state will close the curtain classic. Therefore, the source and the fact that the primary source of history is minimal, so as to uncover the veil of history would have difficulty. To uncover this second problem, we rely on oral history / oral interview.
Local History of Papua has a very important position in the reform era or the era of special autonomy for Papua Province. In the era of recorded history was the golden age of special autonomy for Papuans because it is the consciousness we also have committed to build towards a better Papua. Why is the Governor of Papua Province is now willing to build from village to town?. Is not this commitment is a sense of history?. if listened to by both candidates, programs and vice-gubernatorial candidate Papua 2006-2011 period, it is seen clearly from the historical consciousness of each candidate. The problem is how to achieve that awareness to promote daerah/0rang Papua. To build the Land of Papua, we must learn from Papua kelampauan aspect in the aspect of political, economic, and cultural pendididkan.

Historical consciousness in the various aspects / areas.

a. Consciousness in Political aspects
By studying local history, we will know clearly how the system of government which is run by the Dutch government in Papua, whether decentralization or centralization of power. Another matter relates to the division or the division of territory as is now happening in Papua. Is not the division or the division of the territory of Papua in the present follow the model that made the Dutch government?. Most important also in this section is how the role and involvement of Papuans in government. Similarly to the situation after the collapse of the integration process until the new order in Indonesia. By understanding the system and the involvement of the failures that have occurred do not happen again. The principle is to learn from the past to determine today and tomorrow better.

b. Awareness in aspects of economic history

In addition to local history of politics, we also understand how the economic life in the past, what efforts are made to economic empowerment of the Papuans. The various phenomena that occur both before and after the special autonomy not discourage people from various parts of Indonesia, mainly from Java, Sulawesi, Ambon Island, East Nusa Tenggara, even from the island of Sumatra came stuffing cities in Papua. Various ethnic groups are racing venture together with the indigenous people of Papua. Competition was running no balance. The migrants from outside Papua, while developing more advanced indigenous owners termarginalisasikan city from the assets of life and employment that are nearby are the classic reasons due to lack of ability and competitiveness. The investors and migrants develop inventasinya. Almost all types of economic enterprises, started the business of production, distribution, marketing and other services controlled by migrants. A portrait of the economic gap between migrants and indigenous people. With a sense of history, the question arises: what should be done to empower the indigenous Papuans in the economic field?.

c. Awareness of the historical aspects of the Education
By studying the history of education in Papua, we will understand well the development of education in Papua from time to time, that is how the future of education in Papua, the Netherlands, the New Order era and the period of reform / special autonomy. By reviewing the history of our education will understand the educational curriculum implemented, the effort to improve the quality of teachers, welfare, facilities and infrastructure and the final goal of the education system. Conditions today shows that progress in school participation but the quality is still very low. With kedasaran history, which needs to be done is improving the quality of learning / quality of teachers (lecturers), the quality of graduates, infrastructure (libraries and laboratories) are adequate.

d. Awareness of cultural aspects
Every tribe has a history of culture and identity that characterize them. Man and culture are inseparable. Man and culture is a very closely united. There's no way the two are separated. There is no human culture. Cultural history is a reflection of themselves from a nation, and ethnic groups because it is necessary and continue to be studied and developed by the younger generation to avoid extinction.
The phenomenon of today shows that there is degradation of cultural decadence and even culture. Culture and cultural heritage of the past difficult to sustain longer. Problem areas such as language; Papuan children no longer fluent in using their local language; about dance rather than dance wayase yospan. One aspect of culture that would occupy the highest priority to be fostered and developed, and is subsequently inherited languages of the region because it is a regional cultural identity should be preserved in life (Hardjoprawiro, 1993/1994: 31). With a sense of history we must preserve the local culture in order to remain sustainable by utilizing the momentum of special autonomy to incorporate local cultures as teaching materials of local content.

Decentralization History
Special autonomy is an era that was very appropriate for the decentralization of history. Decentralization of history can be started from the steps local governments (provinces, districts, cities) to reconstruct the local history of Papua's problems in a comprehensive (history of the village, the town's history, the history of the province / region), collecting the history of assets-whether in the form of objects, buildings, and historical documents; writing of local history, and tracking history and local leaders. Written resources about Papua contained in various documents, both in the Indonesian-language document, Dutch, Spanish, Portuguese and stored in the centers of the archives are scattered in countries that have the language. One way to do is read the document for the purposes of writing the history of Papua. For that purpose is achieved then the way in which is to educate / train a number of researchers to master a foreign language by giving priority to the Dutch language as a written document on Papua's most lots are stored in the Netherlands (Mansoben, 2006)
These local governments step is awareness of the long history, which will raise awareness of contemporary history. According Nugroho Notosusanto (1984: 6), contemporary history is the era of their lives together, ie simultaneously with both our readers and historians as well as scientifically penggarapanaya. Writing contemporary history is very important because of major changes an d fast on the present. In contemporary history, the history is seen as a movement that follow a certain path, which leads forward and could not walk from one level to another more advanced. One can only know the movement's history, either by raising or lowering the tempo, but he can not stop or change the course of history. Ali syari 'ati (1988) argues that public awareness needs to be built because it is a mirror of historical consciousness itself, and history is something ongoing process of a society which takes place according to certain laws which are deterministic, and has accumulated from the rise and fall of a community. Awareness of local history of Papua need to be built because it is the mirror self and identity that need to be developed throughout the ages.


References

Hardjoprawiro. 1993/1994. Language and Cultural Preservation Area of Compound In Indonesia Society. Jakarta: Ministry of Education and Culture

Kartodirdjo, Sartono, 1993. Approach Methodology of Social Sciences in History. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Mansoben, J.R. 2006. Local History Papuans of Papua as an existence which need to be developed. Jayapura. Papua Local History Study Center.

Notosusanto Nugroho (1984) Problems of contemporary history research (An Experience). Jakarta: Inti Idayu Press.
Turah, Lucky. 2005. Growing Awareness of Local History (htt / / www.Suaramerdeka.com)

Wabiser, Y.D. 2006. Inventory of Local History of Papua. Jayapura. Papua Local History Study Center



* Author: Lecturer in History and Education Studies Program University of Cenderawasih Jayapura PPKn FKIP

======================================================================================
VERSI BAHASA BELANDA:

Groeiend besef van lokale geschiedenis van PAPOEA
Door: Jan Dirk Wabiser *


Prejudiciële
Elk gebied heeft een lokale geschiedenis en orale geschiedenis van elk en begon allemaal in de vorm van oral history. Dergelijke generalisaties zijn overal te vinden, ook in Papoea. Papoea's in het algemeen bespaart een hoop van de lokale geschiedenis, die vaak wordt gesproken, maar niet geregistreerd in het document als geschreven bronnen. Lokale geschiedenis van Papua is niet veel onderzocht, ingeschakeld en bevoegd is om te worden opgenomen in de plaatselijke curriculum. Door stuwt als lokale inhoud van lesmateriaal, de jongere generatie (studenten) verliezen niet hun identiteit en hun identiteit.
Het verkennen van de plaatselijke geschiedenis is erg belangrijk omdat de nationale geschiedenis is gevormd uit een aantal lokale historische informatie, maar het heeft zeker een nationale waarde. Bovendien, de plaatselijke geschiedenis is de spiegel uit de buurt van de eigenaar van die geschiedenis. Lokale geschiedenis van Papua te worden afgegraven en ingeschakeld voor de Papoea's vandaag niet verliezen hun eigen identiteit. Dit is zeer urgent, omdat kelampauan Papoea-helpen bij het bepalen huidige en verwachte futurity beter. Graven en het draaien op een bewustzijn van de lokale geschiedenis.
Zich bewust van de geschiedenis zoals bevestigd door de historicus van Indonesië, Satono Kartodirdjo (1993) dat de natie niet zijn verleden weet dat hun identiteit of persoonlijkheid te verliezen. Zo, het bewustzijn van de geschiedenis is een bron van inspiratie en aspiratie, beide zijn zeer potentieel om een gevoel van trots op te roepen (trots) en een gevoel van verplichting (verantwoordelijkheid en verplichting).
Bewustwording van de geschiedenis boven, ook in het geschetste beleid per land van (1993), die hebben bevestigd dat de waarden en historische tradities die typische cultuur van de natie moeten geven in te graven, onderhouden en bevorderd tot bevordering van de nationale geest onpatriottisch. Deze garantie kan diwujudnyatakan door middel van bewustmaking van de geschiedenis. Zonder besef van de menselijke geschiedenis is als leven zonder doel of als we niet een geschiedenis. Als de aandoening zo is, dan moeilijk vast te stellen de huidige en toekomstige.
Tanah Papua is niet Terra in cognita, want het werd bewoond door Melanesische mensen van Papoea-race sinds enkele eeuwen geleden. In het proces van de menselijke reis van Papua is rijk aan mondelinge overlevering, mondelinge geschiedenis en lokale geschiedenis. Deze rijkdom laten identificeren, maar niet veel verkend, ingeschakeld en bevoegd ter wille van de nationale ontwikkeling en de regionale (provinciale / wijk / stad), en meer specifiek voor de Papoea's niet te verliezen haar identiteit zowel heden en toekomst.
Bewustmaking van de lokale geschiedenis van Papoea, soms als een gesloten gordijn, in termen van dit gebied heeft zeker een geschiedenis net als andere regio's, het verschil in het gevoel van historische tertetak naar gelang de omstandigheden en de feiten ondersteunen. Bijvoorbeeld: dagen, zodat Jayapura stad, zijn er historische nuances die daarmee gepaard gaan. Het bestaan van de lokale geschiedenis van een regio wordt bepaald door de historische bronnen die dit ondersteunen. Voor de eerste regio in de centrale zetel van de regering was om ervoor te zorgen dat gebied zal zeer belangrijke betekenis voor de bekendmaking en voorbereiding geschiedenis (Turah Fortune, 2005). Gebieden in Papoea, die voor het eerst uitgegroeid tot een centrum van de regering is naar Manokwari, Fak Fak-, Merauke en Hollandia (Jayapura). Waarom is er een regionaal archief kantoor? omdat het document is altijd opgeslagen in de archieven van de regio en ook in de bibliotheek. Documenten worden opgeslagen is erg belangrijk in de regionale ontwikkeling planning. In tegenstelling tot het gebied sinds de eerste niet het middelpunt geworden van de overheid, zal de staat sluit het gordijn klassieker. Dus de bron en het feit dat de primaire bron van de geschiedenis minimaal is, om zo de sluier van de geschiedenis bloot te leggen zou zijn moeilijkheden. Op te sporen dit tweede probleem, wij rekenen op oral history / mondeling interview.
Lokale geschiedenis van Papoea heeft een zeer belangrijke positie in de hervorming tijdperk of het tijdperk van de speciale autonomie voor Papoea provincie. In het tijdperk van de geschiedenis was het gouden tijdperk van de speciale autonomie voor Papoea's want het is het bewustzijn dat wij ook hebben toegezegd op te bouwen naar een betere Papua. Waarom is de gouverneur van de provincie Papoea is nu bereid om te bouwen van dorp naar stad?. Is het niet deze toezegging is een gevoel van geschiedenis?. Als door beide kandidaten, programma's en de vice-gouverneur de kandidaat-Papua 2006-2011 periode luisterde, is het duidelijk te zien van het historische bewustzijn van elke kandidaat. Het probleem is hoe dat bewustzijn te bevorderen daerah/0rang Papoea te bereiken. De bouw van het Land van Papoea, moeten we leren uit Papua kelampauan aspect in het aspect van de politieke, economische en culturele pendididkan.

Historisch bewustzijn in de verschillende aspecten / gebieden.

a. Het bewustzijn in de politieke aspecten
Door het bestuderen van de plaatselijke geschiedenis, zullen we duidelijk weten hoe het systeem van de regering die door de Nederlandse overheid loopt in Papoea, of decentralisatie of centralisatie van de macht. Een andere kwestie betreft de verdeling of de verdeling van het grondgebied zoals nu gebeurt in Papua. Is niet de verdeling of de verdeling van het grondgebied van Papoea in het onderhavige het model volgen dat de Nederlandse regering gemaakt?. Belangrijkste Ook in dit gedeelte is hoe de rol en betrokkenheid van Papoea's in de regering. Net als bij de situatie na de ineenstorting van het integratieproces tot de nieuwe orde in Indonesië. Door het begrijpen van het systeem en de betrokkenheid van de storingen die zich hebben voorgedaan niet weer gebeuren. Het principe is om te leren van het verleden naar vandaag en morgen te bepalen beter.

b. Bewustzijn in aspecten van de economische geschiedenis

In aanvulling op de lokale geschiedenis van de politiek, begrijpen we ook hoe het economische leven in het verleden, welke inspanningen worden gedaan om de economische emancipatie van de Papua's. De diverse fenomenen die zich voordoen zowel vóór als na de speciale autonomie niet ontmoedigen mensen uit verschillende delen van Indonesië, voornamelijk van Java, Sulawesi, Ambon Island, Oost Nusa Tenggara, zelfs van het eiland Sumatra kwam vulling steden in Papoea. Verschillende etnische groepen zijn race-venture samen met de inheemse bevolking van Papua. Concurrentie liep geen balans. De migranten van buiten Papua, terwijl het ontwikkelen van meer geavanceerde inheemse eigenaars termarginalisasikan stad uit de activa van het leven en de werkgelegenheid die in de buurt zijn, zijn de klassieke redenen te wijten aan gebrek aan vermogen en concurrentiekracht. De investeerders en migranten te ontwikkelen inventasinya. Bijna alle soorten van economische ondernemingen, begon het bedrijf van productie, distributie, marketing en andere diensten gecontroleerd door migranten. Een portret van de economische kloof tussen migranten en autochtone mensen. Met een gevoel van geschiedenis, rijst de vraag: wat moet worden gedaan om de inheemse Papoea's de bevoegdheid op economisch gebied?.

c. Bewustzijn van de historische aspecten van het Onderwijs
Door het bestuderen van de geschiedenis van het onderwijs in Papua, zullen we goed begrijpen van de ontwikkeling van het onderwijs in Papoea-van tijd tot tijd, dat is hoe de toekomst van het onderwijs in Papua, Nederland, de Nieuwe Orde tijdperk en de periode van de hervorming / speciale autonomie. Door de herziening van de geschiedenis van ons onderwijs zal het onderwijscurriculum uitgevoerd, is de inspanning om de kwaliteit van leraren, welzijn, voorzieningen en infrastructuur en het uiteindelijke doel van het onderwijs te verbeteren begrijpen. Voorwaarden vandaag de dag blijkt dat de vooruitgang in de participatie op school, maar de kwaliteit is nog steeds erg laag. Met kedasaran geschiedenis, die gedaan moet worden is het verbeteren van de kwaliteit van het leren / kwaliteit van leraren (docenten), de kwaliteit van de afgestudeerden, infrastructuur (bibliotheken en laboratoria) toereikend zijn.

d. Bewustzijn van de culturele aspecten
Elke stam heeft een geschiedenis van cultuur en identiteit die hen te karakteriseren. Mens en cultuur zijn onlosmakelijk met elkaar verbonden. Mens en cultuur is een zeer nauw verenigd. Er is geen manier waarop de twee zijn gescheiden. Er is geen menselijke cultuur. Cultuurhistorie is een weerspiegeling van zichzelf van een natie, en etnische groepen, omdat het noodzakelijk is en nog steeds worden bestudeerd en ontwikkeld door de jongere generatie om uitsterven te behoeden.
Het fenomeen van vandaag blijkt dat er afbraak van de culturele decadentie en zelfs cultuur. Cultuur en cultureel erfgoed van het verleden moeilijk te langer kan volhouden. Probleemgebieden zoals taal; Papoea-kinderen niet meer vloeiend in het gebruik van hun lokale taal; over in plaats van dans dan dans wayase yospan. Een aspect van de cultuur dat de hoogste prioriteit zou bezetten worden bevorderd en ontwikkeld, en wordt vervolgens geërfd talen van de regio, omdat het een regionale culturele identiteit dient te worden bewaard in het leven (Hardjoprawiro, 1993/1994: 31). Met een gevoel van geschiedenis moeten we het behoud van de lokale cultuur om duurzame blijven door gebruik te maken van het momentum van de speciale autonomie aan lokale culturen te nemen als didactisch materiaal van lokale content.

Decentralisatie Geschiedenis
Speciale autonomie is een tijdperk dat was zeer geschikt voor de decentralisatie van de geschiedenis. Decentralisatie van de geschiedenis kan worden gestart vanaf de stappen lokale overheden (provincies, districten, steden) om de lokale geschiedenis van Papua's problemen in een uitgebreide reconstructie van (de geschiedenis van het dorp, de stad geschiedenis, de geschiedenis van de provincie / regio), het verzamelen van de de geschiedenis van de activa-of in de vorm van objecten, gebouwen en historische documenten, schrijven van de lokale geschiedenis, en het bijhouden van de geschiedenis en de lokale leiders. Geschreven bronnen over Papua vervat in verschillende documenten, zowel in de Indonesische taal document, Nederlands, Spaans, Portugees en opgeslagen in de centra van de archieven liggen verspreid in landen die de taal hebben. Een manier om te doen is leest u het document voor de toepassing van het schrijven van de geschiedenis van Papua. Voor dat doel is bereikt, de manier waarop is om te onderwijzen / trainen van een aantal onderzoekers om een vreemde taal meester te worden door voorrang te geven aan de Nederlandse taal als een geschreven document op de meeste kavels Papoea's zijn opgeslagen in Nederland (Mansoben, 2006)
Deze lokale overheden stap is bewustwording van de lange geschiedenis, die het bewustzijn van de hedendaagse geschiedenis zal verhogen. Volgens Nugroho Notosusanto (1984: 6), hedendaagse geschiedenis is het tijdperk van hun leven samen, dat wil zeggen tegelijkertijd met zowel onze lezers en historici alsmede wetenschappelijk penggarapanaya. Schrijven hedendaagse geschiedenis is heel belangrijk omdat grote veranderingen een d snel op het heden. In de hedendaagse geschiedenis, is de geschiedenis gezien als een beweging die een bepaalde weg, die naar voren leidt en kon niet van het ene niveau naar het andere lopen meer geavanceerde volgen. Men kan slechts weten dat de beweging de geschiedenis, hetzij door verhogen of verlagen van het tempo, maar hij kan niet stoppen of veranderen de loop van de geschiedenis. Ali syari 'ati (1988) betoogt dat het publiek bewust moet worden gebouwd omdat het een spiegel van historische bewustzijn zelf, en de geschiedenis is iets wat continu proces van een samenleving die zich volgens bepaalde wetten die deterministisch is, en heeft verzameld uit de opkomst en ondergang van een gemeenschap. Bewustmaking van de lokale geschiedenis van Papoea gebouwd moeten worden want het is de spiegel zelf en identiteit die moeten worden ontwikkeld door de eeuwen heen.


Referenties

Hardjoprawiro. 1993/1994. Taal-en Cultuurbehoud Ruimte van Compound In Indonesië Society. Jakarta: Ministerie van Onderwijs en Cultuur

Kartodirdjo, Sartono, 1993. Methodologie van aanpak Sociale Wetenschappen in de Geschiedenis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Mansoben, J.R. 2006. Lokale geschiedenis Papoea's van Papoea als een bestaan die moeten worden ontwikkeld. Jayapura. Papua Plaatselijke Geschiedenis Study Center.

Notosusanto Nugroho (1984) Problemen van de hedendaagse geschiedenis onderzoek (een ervaring). Jakarta: Inti Idayu Press.
Turah, Lucky. 2005. Groeiende besef bij de lokale geschiedenis (htt / / www.Suaramerdeka.com)

Wabiser, Y.D. 2006. Inventaris van de lokale geschiedenis van Papua. Jayapura. Papua Plaatselijke Geschiedenis Study Center



* Auteur: docent geschiedenis en onderwijs Studies Program Universiteit van Cenderawasih Jayapura PPKn FKIP

Selasa, 09 November 2010

Dosen Teladan pada 10 November 2010

hari ini selasa, 9 November 2010 tepat jam 8.00 ketika ruang kerja terbuka dan hendak memulai kerja, program studi PPkn kedatangan tamu yang mengantarkan sepucuk surat undangan yang isinya berupa undangan untuk hadir pada acara Dies Natalis Universitas Cenderawasih yang jatuh pada Rabu, 10 November 2010. Surat tersebut langsung diserahkan oleh Willius Kogoya, kepada bapak Yan Dirk Wabiser,S.Pd,M.Hum.

Undangan tersebut setelah dibuka oleh bapak Yan Dirk Wabiser, S.Pd,M.Hum ternyata berisi undangan untuk menghadiri Acara Dies sekaligus menerima Piagam Penghargaan dari civitas Akademika Uncen sebagai Dosen Teladan.

Peristiwa ini disambut dengan gembira oleh seluruh dosen terutama dari program studi PPKn atas penghargaan yang telah diperoleh Bapak Yan D Wabiser. Penghargaan yang telah diterima oleh Bapak Wabiser adalah penghargaan kita semua di Program studi PPKn, kata ketua Program studi PPKn Willius Kogoya disaat suasana gembira.


Disaat itupun selain rasa kaget, dan senang ada pertanyaan kecil yang muncul dari bapak Wabiser, " Pantaskah saya mendapatkan julukan dosen teladan?". suara-suara yang mengatakan bahwa, bapak Yan Dirk Wabiser, S.Pd.M.Hum pantas mendapatkannya pun datang dari semua. Ketika suara , "Pantas mendapatkan penghargaan sebagai dosen teladan" terucap, ada hal yang menarik dari bapak Yan Dirk Wabiser yakni, mengatakan bahwa, "terima kasih atas pemberian penghargaan, namun satu hal yang agak berat adalah kerja keras untuk menjaga nama baik dosen teladan tersebut"


mengakhiri tulisan ini, segenap dosen dan mahasiswa mengucapkan selamat bagi Program studi dan selamat bagi Bapak Yan Dirk Wabiser, S.Pd,M.Hum. "sukses selalu dalam karir bapak, Tuhan Yesus Memberkati"

Profil Lulusan dalam Foto Yudisium

Profil Lulusan  dalam Foto Yudisium
Mahasiswa Prodi PPKn Angkt 2005, 2006 dan 2008 dalam acara Yudisium Kelulusan dan perolehan Gelar Sarjana Pendidikan Pada tahun 2009

Profil Akademik dalam Kegiatan Ujian Komprehensif Mahasiswa

Profil Akademik dalam Kegiatan Ujian Komprehensif Mahasiswa
Para Mahasiswa foto bersama dengan dosen usai Ujian Komprehensif

Profil Mahasiswa PKn dalam Gambar

Profil Mahasiswa PKn dalam Gambar
Ketua Komisariat Tahun 1999-2000 (W Kogoya) ditemani Wakil Ketua Komisariat Fillep Wopairi serta Sekum Komisariat (Sergio O Sawaki) sedang menyambut adik tingkat Angkatan 2000.

Seputar Alumni PPKn FKIP UNCEN

JUDUL-JUDUL SKRIPSI SEBAGIAN MAHASISWA PPKn UNCEN

No

N a m a

Judul Karya Ilmiah

Tahun

1.

Widhi Asmara

Studi tentang Masyarakat Hindu di Desa Yaturaharja Distrik Arso Kabupaten Jayapura

2003

2.

Alexander Rogi

Hubungan Persepsi Siwa tentang Masa Depan dengan minat siswa mempelajari PPKn di SMU Negeri 1 Waropen Bawah Tahun Pelajaran 2002-2003

2003

3.

Agustinus Ragainaga

Persepsi Siswa terhadap Mata pelajaran PPkn di SMU YPK Diaspora Kotaraja

2003

4.

Rina

Narkoba dan Obat Berbahaya ditinjau dari sudut etika (studi kasus di LP Kls IIa Abepura)

2003

5.

Maria Abiyindim

Studi Tentang Perkawinan di bawah umur dalam kaitannya dengan UU No.1 Tahun 1974 di Kampung Wonsim Distik Waropko, Kabupaten Boven Digoel

2003

6.

Willius Kogoya

Pergeseran Nilai Gotong Royong Pada masyarakat Suku Lani di Desa Kemiri, Jayawijaya

2003

7.

Maknowiyatun

Tinjauan Tentang Peranan Guru PPKn dalam meningkatkan kesadaran Moral Bagi Siswa di SMU Muh. Abepura

2002

8.

Toni Worobai

Tinjauan Kelulusan di SLTP N.1 Yapen Timur, Kabupaten Waropen

2002

9.

PetronelaTetelepta

Studi Tentang Metode Mengajar PPKn di SMU YYPK Taruna Dharma Kotaraja

2002

10.

Elpius Hugi

Studi Tentang Pesta Seks Pada generasi Muda di desa Wililimo Kecamatan Hubikosi, Kabupaten Jayawijaya

2003

11.

Yulice Krenak

Studi Tentang Harta PerkawinanMasyarakat Sodrofoyo di Kota Madya Sorong

2002

12.

Novita Yupii

Tinjauan tentang Peranan Guru PPKn dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Bagi Siswa SLTP N.1 Distrik Uwapa, Kabupaten Nabire

2003

13

Yuliana Ansanai

Hubungan Isu Papua Merdeka dengan Prestasi Belajar Siswa

14

Ariestiani Dyah Minarti

Tinjauan Tentang Tenaga Pndidik Non FKIP Dalam Proses Pembelajaran Pada SMU Hikmah Yapis Jayapura (suatu studi kasus)

2002

15

Sugiono

Studi tentang Kehidupan Suku Buton Dengan Masyarakat Asli Daerah Sentani di Kampung Toladan, Kelurahan Sentani Kota, Kematan Sentani

2002

16

Etuk Yikwa

Persepsi

2003

17

Hertena Tabuni

Pengaruh Metode pemberian Tugas dalam Pelajaran PPKn terhadap Pembentukan Sikap Siswa SLTP N.1 Wamena, Kabupaten Jayawijaya

2003

18

Lekius Yikwa

Peranan Remedial dalam Pembelajaran PPKn di SLTP Santo Paulus Abepura

2003

19

Sebastianus Mangelo

Pentingnya Pendidikan Moral dalam Pengajaran PPKn di SMU YPPK Taruna Dharma Kotaraja

2003

20

Segio Sawaki

Studi Tentang

2003

21

Kundrad Teturan

Tinjauan Tentang Penggunaan Media Pengajaran Dalam PBMPPKn di SLTP YPJ Kuala Kencana Timika

2002

22

Sukamat

Survei Pendapatan Masyarakat Desa Yuwanain terhadap Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Menggerakkan Pembangunan di Desa Yuwanain Kecamatan Arso Kabupaten Jayapura

2002

23

Muhammad Said

Studi Tentang Guru NonPPKnDi SMU Muh. Jayapura

2004

24

Rahmaniar

Studi Tentang Perceraian di Pengadilan Agama Jayapura

2004

25

La Ode

-

2004

26

Hiskia Uruwaya

-

2004

27

Henda Beroperay

-

2004

28

Yunita Tandisiapi

Studi Tentang Pengajaran PPKn Sebagai Salah Satu Upaya Pembentukan Kepribadian Siswa di SLTP N.5 Sorong

2004

29

Marlina Ick

Studi Tentang Kedudukan Harta Perkawinan Dalam perkawinan Adat Masyarakat Maybrat Kampung Kambuaya Distrik Ayamaru, Kabupaten Sorong

2004

30

31

Daan Daby

Marsyalina Sombolayuk

Suatu Tinjauan Tentang Kebersihan Lingkungan di Kelurahan Yabansai Distrik Abepura, Kotamadya Jayapura

Peranan Guru Dalam Memotivasi Siswa Terhadap pembelajaran PPkn di SLTP Negeri 2 Fak-Fak

2004

2002

32

Umar

Etika Musyawarah Anggota DPRD Fak-Fak

2004

33

Naftali Elopere

Perang Suku sebagai bahan Ajar Muatan Lokal

2002

34

dst

2004







===============================================
Informasi Kepada Seluruh Alumni Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP-Universitas Cenderawasih dapat mengirim artikel, informasi pendidikan, dan Informasi Nasional dan Global demi pengembangan ilmu, pertukaran informasi.

Semoga informasi yang dapat di publikasikan pada blogspot ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Diharapkan dapat mengirim informasi ke alamat sdr. Willius Kogoya dengan alamat email. willy_kogoya@yahoo.com dan willy.kogoya@gmail.com serta No HP/ sms ke 081328439500.


Artikel & Hasil Penelitian Dosen PPKn

Daftar Hasil Karya Ilmiah dosen PPKn

No

N a m a

Judul Karya Ilmiah

Tahun

1.

Yan Dirk wabiser

Peranan Boven Digoel dalam sejarah pergerakan nasional

2001

2.

Otonomi Kampung menurut Masyarakat Adat Sentani

2002

3.

Korupsi sebagai bahan ajar peserta didik

2002

4.

Tanggapan Guru pamong terhadap calon Guru PPKn 2002-20003

2003

5

Gurabesi Pahlawan Budaya Papua

2003

6.

Bernarda Meteray, YanD. Wabiser

Hubungan papua dengan kesultanan Tidore

2002

7.

Bernarda Meteray

Kebijakan pemerintah Koolonial Belanda di Papua Tahun 1960

2003

8.

Salatun

Keadaan Sosial ekonomi masyarakat Arso 1 Kecamatab Arso kabupaten Dati II

2002

9.

Tinjauan kepada Tenaga kependidikan non FKIP dalam proses pembelajaran pada SMU Hikmah YAPIS Jayapura : suatu tinjauan studi kasus

2002

10.

Marten Timisela

Strategi Pembangunan Ekonomi yang berdaya guna untuk menopang Pendidikan

2003

11.

Willius Kogoya

Pro-Kontra Pemekaran Provinsi dan Kabupaten di Papua Dalam Perspektif Nenggi-Kenggi dan Impliksinya Terhadap Ketahanan Wilayah

2007





==============================================
Semua Dosen pada program studi PPKn dapat mempublikasikan hasil penelitian atau artikel pada blogspot ini.

semoga bermanfaat bagi diri kita, mahasiswa dan seluruh peminat Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Informasi Mahasiswa PPKn yang Aktif Kuliah

Para Mahasiswa Program Studi PPKn diharapkan dapat mengirim tulisan atau mengikuti informasi di blogspot ini.

==========================================