welcome

welcome

wa...wa...wa....

wa...wa...wa....

Mengenai Program Studi PPKn di Universitas Cenderawasih



VISI MISI DAN TUJUAN PROGRAM STUDI PPKn


Program Studi (PS)

: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegara


J u r u s a n

: Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial


F a k u l t a s

: Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Perguruan Tinggi

: Universitas Cenderawasih


Waktu Penyelenggaraan Pertama Kali

: 11 Juli 1998


Nomor SK Pendirian PS

: 239 DIKTI KEP 1996


Tanggal SK

: 11 Juli 1997


Pejabat Penandatangan SK

: BAMBANG SOEHENDRO





Visi dan Misi Program Studi PPKn

Visi Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah : “ Menjadi program studi yang unggul dalam pengembangan kewarganegaraan, demokrasi dan hak asasi manusia, serta menghasilkan lulusan yang professional, beretika dan bermoral dalam menghadapi tantangan global “.



Misi Program Studi PPKn

1. Meningkatkan mutu pembelajaran Program Studi PPKn

2. Meningkatkan keterampilan mengajar calon guru PPKn

3. Menghasilkan tenaga kependidikan kewarganegaraan yang profesional dan memiliki integritas (pemikir, peneliti serta pengabdi yang mampu menerapkan nilai-nilai dasar Pancasila

4. Menghasilkan pribadi yang profesional, berwawasan luas, menjadi warga negara yang baik dan aktif dalam pembangunan bangsa dan negara.

5. Menjalin dan mengembangkan kerjasama dengan lembaga internal dan eksternal dalam rangka kualitas tenaga akademik, kemahasiswaan, dan kualitas akademik melalui kerjasama dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.



Tujuan Program Studi PPKn

1). Menghasilkan tenaga kependidikan dalam bidang pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah baik umum maupun kejuruan

2). Menghasilkan tenaga profesional dalam bidang pendidikan kewarganegaraan , demokrasi serta hak asasi manusia membentuk karakter yang berwawasan multidisiplin ilmu

3). Menghasilkan tenaga ahli, peneliti dan pemikir dalam bidang pendidikan kewarganegaraan, demokrasi dan hak asasi manusia


Berdasarkan misi yang ditetapkan, maka sasaran yang akan dicapai Program Studi PPKn FKIP Universitas Cenderawasih yaitu peningkatan mutu pembelajaran dan mutu lulusan program studi dengan strategi pencapaian yaitu melakukan penyesuaian kurikulum, peningkatan strategi dan metode pembelajaran sesuai dengan pembelajaran aktif di perguruan tinggi (ALIHE)




Laman

Kalau mau cari data seperti biasa di google....klik dan cari disini

Jumat, 19 Februari 2010

Komentar Yan Dirk Wabiser di Tabloid Jubi

Jurusan IPS sudah memiliki Program kerja yang jelas, yang belum jelas adalah berapa dana operasional untuk kegiatan sesuai program kerja tersebut. semoga Program studi Sejarah, Program Studi Geografi dan Program Studi PPKn bersatu padu melaksanakan program jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial; sebagaiman diliput oleh wartawan Jubi.

http://tabloidjubi.com/index.php/index-berita/jayapura/5540-fkip-uncen-akan-gelar-kegiatan-pengembangan-kemahasiswaan-

Pemberitahuan Kepada ALumni Prodi PPKn Univeristas Cenderawasih

1. Berilah komentar anda tentang pesan dan kesan selama anda kuliah di Prodi PPKn
2. Apa tanggapan anda tentang kurikulum Prodi PPKn dikaitkan dengan kemampuan atau nilai jual anda di tempat kerja anda (tuntutan pasar kerja saat ini)???


Komentar anda sangat membantu evaluasi diri Prodi PPKn, yang ditindaklajuti dengan perubahan kurikulum seperlunya demi kualitas profesionalitas anda di dunia kerja.

Kegiatan Seminar Proposal semester Gasal 2009-2010

Ketua Program Studi bersama Dosen Prodi PPKn melakukan kegiatan Seminar Proposal Skiripsi pada tanggal, 13 Februari 2010

Implementasi Otsus di Papua

UANG OTSUS MEMANG MENJAWAB KEBUTUHAN ORANG PAPUA, NAMUN TIDAK MENDIDIK ORANG PAPUA

Oleh

Willius Kogoya*

Pada hari senin, tanggal 21 Mei 2007, bertempat di Ruang sidang Pimpinan Sokolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, dalam sebuah kegiatan workshop. Dihadiri oleh beberapa prof Doktor dan Direktur Pascasarjana dan beberapa ketua-ketua program studi sekolah pasca sarjana UGM, mengundang gubernur provinsi Papua. Dan turut hadir juga kami beberapa mahasiswa asal Papua yang ada di Yogyakarta. Kehadiran gubernur pada waktu itu diwakili oleh bpk J. Modow (kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua) untuk menyampaikan materi tentang ”Rencana Kebutuhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Papua”. Dari banyak hal yang telah disampaikan, saya mencatat ”ada upaya pemerintahan Bas Suebu untuk membuka Freeport-freeport baru di kawasan Papua Selatan dengan membuka lahan kelapa sawit yang luas dalam skala besar dengan bekerja sama dengan orang Cina” dan menggaris bawahi ”Program Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Mulai dari Kampung dengan anggaran pada tahun 2007 ini 45% atau sekitar 500 juta diberikan ke Kampung”. Sejak dalam kampanye sebelum terpilih sebagai gubernur saya sudah pernah dengar, bahkan dalam berita di surat kabar atau media elektronik sudah sering dengar tapi tidak pernah membuat saya berpikir.

Ketika duduk dihadapan meja diskusi saya berpikir, dengan perasaan terharu mengambil pena dan cepat mencatat di buku harian karena mendengar kata ”kampung” dan ”Uang untuk Kampung”. Ada apa dengan Kampung?, Orang Kampung mau dirubah seperti apa?, Sudah dipikirkan secara matang dampak-dampak moral dan dampak terhadap sosial budaya? Benarkah program ini lebih banyak positifnya daripada dampak negatif? Antara optimis dan pesimis terus bergejolak dihati saya. Kebanyakan orang yang sedang duduk di kursi eksekutif, legislatif, dan Yudikatif banyak yang berasal dari kampung. Saya dan teman-teman senasib-seperjuangan yang studi di Yogyakarta atau di kota studi lainnya kebanyakan berasal dari kampung. Kampung menjadi jantung hati kami, kami merasa tenang dan senang apabila kampung tempat lahir kami ada dalam keadaan aman, damai dan tenteram. Ketika kampung kami dipolitisir, diberi label telanjang, bodoh, miskin dan terbelakang bahkan tidak sedikit orang-orang tua kami yang tidak tau apa-apa soal negara, ditangkap dan disiksa bahkan dibunuh dengan alasan melakukan makar, hati kami sangat sedih bahkan mau mati rasanya memikirkan nasib mereka, bahkan mereka pun memikirkan nasib kami, bagaimana biaya hidup, bagaimana biaya studi anak-anak mereka. Mereka dikampung itu jugalah harapan kami satu-satunya yang selalu mendukung dengan membanting tulang, bekerja tanpa mengenal lelah untuk membiayai anak-anaknya yang sedang sekolah atau kuliah dimana-mana. Karena kami yang berasal dari kampung kebanyakan tidak merasakan dana Pendidikan Otsus yang katannya cukup banyak. Yang jadi pertanyaan untuk siapa dana pendidikan itu? Jawab pemerintah ”untuk orang Papua toh!”. o,ya??? Orang Papua siapa??? Orang Papua yang lurus, apa Kriting, orang Papua anak Pejabat?? Atau petani? Anak kota atau anak kampung ? kata bpk J. Modow, Diberikan dana pendidikan yang banyak kepada Perguruan tinggi negeri dan swasta, selanjutnya beliau mengatakan, ”jika kamu sebagai tenaga pengajar mintalah sama rektor dan Dekan? Kalau demikian timbul pertanyaan berapa banyak jumlah dosen? Berapa jumlah dana yang diberikan kepada mereka? Benarkah dana otsus sudah digunakan dengan jujur dan adil di Perguruan Tinggi? Hampir semua teman-teman saya yang datang mengikuti seminar di ruang Pimpinan sekolah pascasarjana Universitas Gadjah Mada mengeluh, karena tidak pernah merasakan dana pendidikan yang banyak jumlahnya itu. Semua penuh ketidakjujuran dan ketidakadilan, ungkap kami semua dihadapan direktur pascasarjana dan beberapa unsur pimpinan, yang pada saat itu hanya terheran-heran mendengar unek-unek kami. Belum lagi dengan masalah orang kampung di Pusat Kota Jayapura dalam bidang Ekonomi, berjualan sayuran dan umbi-umbian di bawah terik matahari, atau menjual pinang di depan toko dan supermarket dengan tempat yang tidak layak, sementara jika kita lirik ke kanan atau kekiri ada gedung-gedung megah dan mewah yang didalamnya orang kota (pendatang) berjualan KFC, ada Supermarket, toko yang mega tidak ada orang kampung yang mendapat tempat disana. Setelah berjualan orang kampung di pusat kota Jayapura atau ibu kota Jayapura itu pulang, katanya sakit kepala, ternyata kena malaria dan tidak sedikit dari mereka yang meninggal karena sehari-hari harus berjualan dan kena panas dan hujan. Pada hari yang berbeda saya diundang untuk diskusi di kampus Pascasarjana HI UGM, tepatnya tanggal, 13 Juni 2007 ada diskusi yang seru membicarakan nasib Papua dari berbagai disiplin ilmu dalam bentuk sharing lepas bahkan ada penyampaian materi yang pertama tentang ”Paradox of Planty oleh Tim JIP FISIPOL UGM” dan kedua tentang ”Mempertemukan Antara Pembangunan dan Kebudayaan; Dialogis Menuju Kesejahteraan Masyarakat Papua oleh Jurusan Ilmu Sosiatri). Dari sekian banyak hal yang dibicarakan saya mencatat beberapa hal saja, bahwa Implementasi UU Otsus untuk Papua membawa konsekuensi besar pada aspek finansial pemerintah daerah. Melalui Otsus, pemerintah provinsi Papua mendapat dana penerimaan Pemerintah Daerah Papua dari PAD dan Otsus sekitar 4 triliun per tahun. Jumlah ini setara dengan total pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang berpenduduk sekitar 36 juta, sedangkan penduduk Papua hanya 2,6 juta orang. Logika kapital kembali lagi diberikan oleh Jakarta untuk mewujudkan keadilan sosial di Papua. Seperti halnya kebijakan developmenalism pemerintah Orde Baru, kebijakan politik dan finansial sebagai instrumen menyelesaikan pelbagai permasalahan keadilan sosial tidak berjalan efektif. Kebijakan tersebut memunculkan pelbagai masalah baru akibat melimpahnya sumber daya (the problem of plenty). Uang bukan menjadi bagian positif dalam hidup, tetapi justru sebaliknya. Uang justru merusak identitas, harkat dan martabat orang Papua. Uang memang menjawab kebutuhan kami, namun tidak mendidik kami (pernah diungkapkan oleh Jimmy Suebu mahasiswa Widya Mataram, dalam suatu diskusi di FISIPOL UGM, 9 Juni 2007). Negara konsisten untuk mensimplikasi penyelesaian persoalan keadilan sosial untuk mencapai kesejahteraan di Papua dalam perspektif materi.

Uang sebagai akar segala jenis kejahatan, telah berhasil merayu pemegang uang rakyat dari Istana Presiden dan Menteri-menterinya, Gubernur dan jajarannya di Provinsi, bupati dan jajarannya di kabupaten, kepala distrik dan jajarannya, dalam kasus-kasus korupsi triliunan, milyaran hingga ratusan juta, dan kini giliran kampung-kampung untuk diuji dengan uang darah orang Papua yang ada dalam kuburan terhormat bahkan tempat tidak terhormat di hutan-hutan, pesisir pantai dan digunung-gunung yang mana banyak tulang belulang berhamburan. Harapan bagi penguasa-penguasa kampung, Jangan sampai merusak kerukunan hidup yang harmonis, aman damai di kampung dengan 500san juta keping perak ini. Jika dipakai untuk berfoya-foya, menari-nari untuk kepentingan pribadi yang tidak jelas, maka mendatangkan kutuk dan malapeteka di kampung kami yang kami cintai. Bangunlah kampung kami tercinta dengan memperhatikan keseimbangan, keserasian dan keharmonisan antara manusia dengan sesama, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Ingat...bangunlah kampung kami dengan hikmat yang Tuhan berikan sesuai kondisi setempat. Jangan mudah percaya dengan konsep pembangunan dan yang muluk-muluk dan menerima begitu saja pemekaran Kampung sampai Pemekaran Provinsi yang sudah terbukti memecah-belah orang Papua, hilangnya nilai solidaritas, nilai kebersamaan, karena tidak semua hal baik yang ditawarkan itu berguna. Sekali lagi jangan menjual kehormatan, harkat dan martabat kampung dengan 500san juta keping perak. Semoga MRP dan Pemerintah Provinsi dan beberapa elemen secara nenggi-kenggi (istilah / konsep orang Dani artinya mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi secara bersama-sama) segera membuat perdasi dan perdasus untuk memproteksi orang asli Papua, sesuai amanat Otsus, kalau memang benar dan serius mau membangun dari Kampung. Yogyakarta, 15 Juni 2007.

* * *

* Dosen FKIP-UNCEN dan kini sedang Studi di S2 Ketahanan Nasional Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, No HP. 081328439500

E-mail : willy.kogoya@gmail.com

Willy_kogoya@yahoo.com

Kemampuan Guru Profesional

HAL-HAL PENTING YANG PERLU DIPERHATIKAN OLEH SEORANG GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR, ANTARA LAIN:

1. Penggunaan bahan Pembelajaran Sesuai dengan Kurikulum (GBPP) Sekolah

2. Perumusan TPK

3. Pengorganisasian Materi Pelajaran

4. Pilihan Media

5. Penentuan Sumber Belajar

6. Pilihan Jenis Kegiatan Belajar

7. Susunan Langkah-Langkah Pembelajaran

8. Pilihan Cara Memotivasi Peserta Didik

9. Penetapan Alokasi Belajar Mengajar

10. Cara Pengorganisasian Peserta Didik

11. Penentuan Prosedur Penilaian

12. Pembuatan Alat Penilaian

13. Penggunaan Bahasa Tulis

14. Kebersihan dan Kerapian Tulisan

15. Melaksanakan Tugas Rutin Kelas

16. Menggunakan Waktu PBP Efisien

17. Menggunakan Kegiatan Pembelajaran Sesuai dengan tujuan Materi, Peserta Didik dan Lingkungan

18. Menyediakan dan Menggunakan Alat Bantu sesuai dengan Tujuan

19. Melaksanakan Kegiatan Pembelajaran dengan Urutan Logis

20. Memberi Petunjuk dan Penjelasan yang berkaitan dengan isi Pelajaran

21. Menggunakan respon dan pertanyaan peserta didik dalam pembelajaran

22. Mengimplementasikan KBM dalam urutan yang logis

23. Mendemostrasikan KBM dengan macam-macam metode yang tepat.

24. Membantu Peserta Didik mengenal maksud dan Pentingnya Topik

25. Mendemonstrasikan Penguasaan Bahan Pengajaran

26. Memberi Kesempatan kepada Peserta untuk Berpartisipasi aktif

27. Melaksanakan Penilaian selama PBM

28. Melaksanakan Penilaian Awal dan Akhir dalam PBM

29. Membuat Rangkuman dan Memberi PR

30. Keefektifan Pembelajaran

31. Penggunaan Bahasa Indonesia Lisan

32. Peka terhadap Kesalahan Berbahasa Peserta Didik

33. Penampilan / Cara Berpakaian dalam Pembelajaran

Pro Kontra Buku Karya Putra Papua yang dilarang Kejaksaan RI

PRO-KONTRA BUKU “PEMUSNAHAN ETNIS MELANESIA, MEMECAH KEBISUAN SEJARAH KEKERASAN DI PAPUA BARAT” DALAM RANGKA KETAHANAN NASIONAL

Oleh : Willius Kogoya *

Kata lain dari Konflik adalah pro-kontra atau setuju tidak setuju terhadap suatu objek tertentu, karena adanya faktor kepentingan dan latar belakang individu yang berbeda satu sama lain dengan cara menyampaikan pendapat atau cara mengekspresikan sesuatu yang berbeda antara individu satu dengan individu lainnya. Inti dari setiap beda pendapat, pro-kontra atau konflik yang terjadi dalam lingkungan keluarga sampai dengan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah perbedaan kepentingan. Sebagai contoh dalam konteks orang Papua, yang satu mau mencari keuntungan sebesar mungkin tanpa memperhitungkan hak orang lain; yang lain mau supaya gaji yang wajar dapat diberikan agar dapat hidup dengan layak; yang satu mau merdeka, yang lain mau pemekaran, yang lain lagi mau otonomi khusus. Seorang bapak sebagai kepala keluarga mau memakai uangnya untuk membeli bensin, sedangkan ibu mau memakainya untuk pendidikan anaknya. Seorang pemuda memilih jodohnya, sedangkan orang tua mengharapkan seorang teman hidup lain bagi anaknya; dsb. Sudah tentu setiap perjuangan dilatar belakangi dengan alasan tersendiri atau kepentingan tertentu. Hanya kepentingan bagi yang satu tidak selalu serasi dengan kepentingan orang lain, maka timbul ketegangan, timbul suasana konflik. Perbedaan kepentingan ini bisa menjadi suatu gangguan luar biasa kalau tidak ada suatu dasar kebersamaan yang membantu untuk mengatasi perbedaan itu. Seandainya bapak keluarga itu terbuka untuk merundingkan kepentingan keluarganya bersama isterinya karena keduanya mau bahwa keluarga itu berkembang dan maju, maka secara bersama-sama mereka menemukan suatu jalan keluar, sambil menentukan prioritas pemakaian uang yang ada. Menjadi lain kalau seorang bapak berpendapat bahwa dia yang menentukan segalanya, karena dia laki-laki, dia adalah kepala keluarga, dan perempuan mesti mengikuti apa saja yang diinginkannya. Sama halnya dalam soal jodoh. Contoh lain, kalau seorang pejabat mempunyai visi yang sama dengan masyarakat mengenai pola pelayanan yang dibutuhkan, pastilah suatu kebijakan yang tepat akan ditemukan. Namun menjadi lain kalau ‘nilai yang dianut sudah sangat berlainan’, maka tidak ada lagi dasar kebersamaan untuk memecahkan persoalan atau konflik. Kalau seorang pejabat hanya ingin menggunakan kedudukannya demi keutungannya sendiri dan menilai itu haknya, sudah tentu masyarakat akan menjadi korban. Kalau memang tidak berpegang pada nilai yang sama (atau nilai hanya diakui dengan mulut saja) kemungkinan besar konflik akan ‘dimenangkan’ oleh mereka yang paling kuat atau yang paling berkuasa tanpa menghiraukan akibatnya bagi orang lain.

Buku hasil tulisan, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua; Socratez Sofyan Yoman berjudul : “Pemusnahan Etnis Melanesia; Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat”, Penerbit Galang Press, Yogyakarta Cetakan : I, Desember 2007 Tebal Buku : 473 Halaman. "Papua Barat adalah suatu wilayah yang sangat memprihatinkan karena penduduk pribumi dalam keadaan bahaya pemusnahan." – Mr. Juan Mendez (Penasehat Khusus Sekjen PBB Bidang Pencegahan Pemusnahan Penduduk Pribumi).

Socratez Sofyan Yoman sebagai sosok pemimpin gereja sebagai gembala yang wajib menjaga domba-domba yang diartikan sebagai seluruh umat manusia yang hidup di atas tanah Papua yang berasal dari ras Melanesia. Juga sebagai sosok yang berkecimpung dalam bidang HAM, memaparkan apa adanya tentang fenomena kekerasan yang menimpa Rumpun Melanesia di Papua Barat. Selanjutnya digolongkan dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, sebab terdapat kekerasan, intimidasi, eksploitasi, pemerkosaan, hingga pembunuhan penduduk asli Papua Barat. Pelanggaran itu tidak hanya berbentuk kekerasan fisik, tetapi juga berbentuk kekerasan budaya, ekonomi, politik, hingga agama. Ada anggapan bahwa aneka kekerasan yang terjadi sejak orang Melanesia berada dalam NKRI bukan tanpa sengaja, melainkan justru merupakan rekayasa politik pemerintah Indonesia untuk menguasai tanah dari Sorong sampai Merauke tersebut tanpa mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan. Terlepas dari menjaga nama baik NKRI, fakta membuktikan bahwa besarnya hasrat Indonesia untuk menguasai tanah Papua Barat telah memarjinalisasi dan menindas Rumpun Melanesia. Saat ini, Eksistensi etnis Melanesia di Papua Barat terancam musnah (punah). Mereka telah menjadi orang nomor dua di negerinya sendiri (Indonesia). Dijelaskan dalam buku ini, bahwa sejak terintegrasinya Papua Barat ke dalam NKRI, penduduk asli Papua Barat menjadi objek praktek politik genosida (pemusnahan etnis secara sistematis dan terorganisir) NKRI. Berbagai bukti kekerasan yang dilakukan Indonesia terhadap penduduk asli Papua Barat yang tersaji dalam buku ini, merupakan justifikasi dari praktek pemusnahan Rumpun Melanesia oleh bangsa Indonesia. Juga memotret fenomena-fenomena kekerasan yang menimpa penduduk asli Papua Barat sejak terintegrasinya Papua (1 Mei 1963 - sekarang) ke dalam NKRI.

Memang, dalam sejarahnya, keberadaan (eksistensi) orang-orang kulit hitam selalu dinomorduakan. Stigma-stigma seperti bodoh, miskin, tertinggal, dan primitif yang dilabelkan pada mereka mengindikasikan bahwa eksistensi mereka berada di bawah orang-orang kulit putih. Implikasinya, ras kulit hitam selalu menjadi korban kekerasan, Perlakuan tidak adil, intimidasi, pembunuhan, pemerkosaan, perbudakan, dan lain lain. Politik apartheid di Afrika dan kekerasan terhadap Rumpun Melanesia di Papua Barat adalah dua contoh penindasan yang dilakukan oleh ras kulit putih terhadap orang-orang kulit hitam.


Menurut Socratez :

1.

Dalam proses pemusnahan penduduk asli Papua, Indonesia menempuh dua jalur operasi besar, yakni operasi militer dan operasi transmigrasi. Operasi militer bertujuan untuk menteror, mengintimidasi, menindas, hingga membunuh orang asli Papua yang dianggap mengancam keutuhan NKRI. Sedangkan operasi transmigrasi adalah untuk merebut segala yang dimiliki penduduk asli Papua Barat.
2.

Berangkat dari sekian usaha yang dilakukan Indonesia dalam rangka pemusnahan penduduk asli Papua dan menguasai tanah Papua tersebut, maka kehadiran buku ini menjadi sangat penting guna mencegah keberlangsungan politik genosida dan politik devide et impera di tanah Papua Barat. Dengan begitu, eksistensi Rumpun Melanesia dapat diselamatkan dari bahaya pemusnahan etnis.
3.

Besar harapan agar pemerintah tidak lagi memandang Papua Barat dengan paradigma kolonialisme. Sebab, paradigma itu hanya akan memecah kesatuan NKRI dan tentunya merugikan rakyat Papua. Jika politik devide et empera dan politik genosida masih dipakai Indonesia untuk menguasai wilayah Papua Barat, maka penduduk asli Papua Barat (Rumpun Melanesia) terancam musnah dari muka bumi. Oleh karena itu, kehadiran buku ini diharapkan mampu menyadarkan Indonesia bahwa Papua Barat adalah bagian NKRI dan penduduknya adalah penduduk Indonesia.
4.

Buku “Pemusnahan Etnis Melanesia” merupakan suara keadilan pimpinan gereja,”
“Buku itu memuat 8 bagian. Antara lain: referensi menyangkut landasan hak asasi manusia, sejarah, pembangunan dalam perspektif Indonesia dan orang Papua, bagian yang berhubungan dengan Otonomi Khusus, bagian yang menulis tentang pemekaran, tentang pelanggaran HAM dan proses pemusnahan etnis serta bagian rekomendasi,”


Pernyataan Kontra yang datang dari Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Dedy Irwan Virantama SH MH, di Surabaya Post, pada 07 Januari 2008 atau 8 (delapan) bulan yang lalu yaitu, Sementara dalam buku “Pemusnahan Etnis Melanesia” karangan Socratez Sofyan Yoman ditemukan semacam saran penulis, antara lain: “Indonesia dijadikan Negara Federasi” yang ditemukan pada halaman 454, atau “Indonesia dijadikan lima atau enam negara” (halaman 455). Selain itu juga terdapat di halaman 456, “Indonesia sendiri harus introspeksi dirimu, karena Indonesia masih menduduki dan menjajah bangsa Melanesia, orang asli Papua Barat selama 44 tahun sejak 1 Mei 1963 – 2007 dan sedang melakukan proses pemusnahan etnis Melanesia hanya dengan kepentingan politik, keamanan, ekonomi dan Islamisasi di daerah kawasan Pasifik.”

Justifikasi jeratan hukum terhadap buku karya Socratez Sofyan Yoman sebagaimana dikatakan oleh Javaris/Ant/Papua Pos (Versi elektronik) Sabtu, 09 Agustus 2008, mengutip pernyataan, Direktur PT Galangpress, Julius Felicianus mengatakan pihaknya menghormati Keputusan Kejagung yang melarang peredaran kedua judul buku tersebut. "Kami harus mematuhi keputusan Kejagung karena memang sesuai pasal 1 ayat 3, Undang-undang nomor 4/PNPS/1963 tanggal 23 April 1963 tentang pengamanan terhadap barang-barang Cetakan yang isinya dapat mengganggu ketertiban umum,". Pada koran Harian Jogya, Sabtu Wage 9 Agustus 2008 Julius Felicianus menyatakan bahwa buku-buku yang diserahkan ke Kejati DIY ini merupakan buku tarikan dari seluruh toko buku di Indonesia yang dulu dicetak sebanyak 3000 eksemplar. Direktur PT. Galangpress menyayangkan tindakan pelarangan buku tersebut secara sepihak dari Kejaksaan. Seharusnya dilakukan diskusi dahulu dengan penerbit atau ahli khusus tentang benar tidaknya isi buku tersebut. Dari diskusi tersebut Kejaksaan jangan melakukan penyitaan namun seharusnya mengeluarkan buku yang membantah, apalagi buku tersebut ditulis oleh orang yang berasal dari Papua, sehingga selain mematikan proses demokrasi pelarangan tersebut akan membuat penulis pemula mengalami kemunduran atau drop, sehingga niatan untuk menulis sesuatu tentang wilayahnya akan sulit timbul. Hal yang sama dalam Radar Yogya, sabtu wage 9 Agustus 2008 menurut Kasie Sospol, Asisten Intel Kejati DIJ Asep Saiful Bachri, ratusan buku setebal 477 itu disita Kamis (7/8) pukul 10.00. Aparat langsung menyita buku yang tersimpan di gudang penerbit sekaligus percetakan Galang Press di daerah Baciro Baru, Jogya. Asep menyebut, buku itu telah melanggar ketentuan UU No 4/PNPS/1963 tentang pengamanan terhadap barang-barang cetakan yang isinya dapat mengganggu ketertiban umum. “penerbit tidak salah, hanya yang dipermasalahkan isinya. Inti kesimpulan isi buku itu dikatakan, Papua Barat telah merdeka oleh sekutu sebelum proklamasi” dijelaskan dalam Radar Yogya tersebut.

Walaupun buku tersebut dijerat hukum sebagaimana yang diberitakan dalam Kompas, Yogya tanggal, 8 Agustus 2008 (versi elektronik). Kepala Seksi Sosial Politik Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Asep Syaiful Bachri, yang dihubungi Jumat (8/8) sore, mengatakan pihaknya hanya menindaklanjuti surat penyitaan dari Kepala Kejati. Sebelumnya, ada surat Jaksa Agung RI Nomor Kep-052/A/JA/06/08 bertanggal 20 Juni 2008 tentang larangan peredaran buku tersebut, namun pada sisi lain menarik sekali membaca buku setebal 473 halaman ini. Selain tersaji bukti-bukti tentang kekerasan yang menimpa rakyat Papua Barat oleh bangsanya sendiri (Indonesia), buku ini juga menawarkan sebuah solusi yang oleh penulis diyakini mampu memecah sekat antara Indonesia dan Papua Barat. Semoga kehadiran buku ini dapat mengetuk dan membuka pintu hati kita (Indonesia), sehingga kita sadar bahwa Rumpun Melanesia, ras kulit hitam bersama ras melayu di Papua Barat adalah manusia yang perlu dilindungi dalam rangka ketahanan nasional NKRI. Mantapnya ketahanan nasional RI apabila mengkaji setiap permasalahan sosial politik di Papua dengan pendekatan sistem dan mengkaji permasalahan dari berbagai sisi positif dan negatif secara komprehensif. Alangkah baiknya pihak kejaksaan bersama tim ahli segera meneliti dan menilai isi buku serta memperdebatkan isi buku dengan cara menulis buku juga sebagaimana etika tulis menulis buku seperti dikemukan pihak Galangpress. Jika yang dipermasalahkan hanya bagian-bagian tertentu seputar permainan kata supaya di revisi lagi tanpa membunuh semangat menulis orang-orang Papua dan demi menjaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia. Sebagai seorang gerejawan dari Papua, tidak heran jika ayat-ayat Alkitab dapat saja menjadi landasan berpikir dan bertindak bagi Socratez apalagi didukung oleh latar belakang budaya yang suka menegur didepan umum dengan maksud baik tidak seperti budaya Jawa, atau Batak yang berbeda dengan orang Papua, sebagai contoh Amsal 6:23 Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan. Amsal 27:5 Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi. Langkah yang diambil oleh pihak Kejaksaan adalah karena adanya ketakutan akan kemungkinan terjadinya konflik SARA, namun sebetulnya pada sisi lain tidak perlu mengkawatirkan secara berlebihan tentang para pembaca, karena masyarakat sekarang khusunya mereka yang suka membaca sudah pintar dan dapat membedakan mana yang baik dan buruk, dapat membedakan antara kepentingan pribadi dan kelompok antara pribadi dan kelompok dengan kepentingan nasional. Adanya buku ini selain memberi pengetahuan tentang baik dan buruk, bukanlah satu-satunya pemicu konflik SARA di Papua, pemicunya malah bisa saja kebijakan pemerintah sendiri, atau penafsiran berbagai undang-undang yang berbeda satu-sama lain, dan sebagainya. Dengan demikian aturan yang melarang atau mendukung perlu dijelaskan secara baik melalui media yang ada. Langkah yang diambil oleh kejaksaan sebelum melakukan diskusi atau debat buku seperti ini sebenarnya sudah meresahkan masyarakat, sekalipun menurut hukum mesti diambil langkah demikian.

***

* = Mahasiswa Program Studi Ketahanan Nasional Universitas Gadjah Mada dan Pengajar di Prodi PPKn FKIP-UNCEN

Profil Lulusan dalam Foto Yudisium

Profil Lulusan  dalam Foto Yudisium
Mahasiswa Prodi PPKn Angkt 2005, 2006 dan 2008 dalam acara Yudisium Kelulusan dan perolehan Gelar Sarjana Pendidikan Pada tahun 2009

Profil Akademik dalam Kegiatan Ujian Komprehensif Mahasiswa

Profil Akademik dalam Kegiatan Ujian Komprehensif Mahasiswa
Para Mahasiswa foto bersama dengan dosen usai Ujian Komprehensif

Profil Mahasiswa PKn dalam Gambar

Profil Mahasiswa PKn dalam Gambar
Ketua Komisariat Tahun 1999-2000 (W Kogoya) ditemani Wakil Ketua Komisariat Fillep Wopairi serta Sekum Komisariat (Sergio O Sawaki) sedang menyambut adik tingkat Angkatan 2000.

Seputar Alumni PPKn FKIP UNCEN

JUDUL-JUDUL SKRIPSI SEBAGIAN MAHASISWA PPKn UNCEN

No

N a m a

Judul Karya Ilmiah

Tahun

1.

Widhi Asmara

Studi tentang Masyarakat Hindu di Desa Yaturaharja Distrik Arso Kabupaten Jayapura

2003

2.

Alexander Rogi

Hubungan Persepsi Siwa tentang Masa Depan dengan minat siswa mempelajari PPKn di SMU Negeri 1 Waropen Bawah Tahun Pelajaran 2002-2003

2003

3.

Agustinus Ragainaga

Persepsi Siswa terhadap Mata pelajaran PPkn di SMU YPK Diaspora Kotaraja

2003

4.

Rina

Narkoba dan Obat Berbahaya ditinjau dari sudut etika (studi kasus di LP Kls IIa Abepura)

2003

5.

Maria Abiyindim

Studi Tentang Perkawinan di bawah umur dalam kaitannya dengan UU No.1 Tahun 1974 di Kampung Wonsim Distik Waropko, Kabupaten Boven Digoel

2003

6.

Willius Kogoya

Pergeseran Nilai Gotong Royong Pada masyarakat Suku Lani di Desa Kemiri, Jayawijaya

2003

7.

Maknowiyatun

Tinjauan Tentang Peranan Guru PPKn dalam meningkatkan kesadaran Moral Bagi Siswa di SMU Muh. Abepura

2002

8.

Toni Worobai

Tinjauan Kelulusan di SLTP N.1 Yapen Timur, Kabupaten Waropen

2002

9.

PetronelaTetelepta

Studi Tentang Metode Mengajar PPKn di SMU YYPK Taruna Dharma Kotaraja

2002

10.

Elpius Hugi

Studi Tentang Pesta Seks Pada generasi Muda di desa Wililimo Kecamatan Hubikosi, Kabupaten Jayawijaya

2003

11.

Yulice Krenak

Studi Tentang Harta PerkawinanMasyarakat Sodrofoyo di Kota Madya Sorong

2002

12.

Novita Yupii

Tinjauan tentang Peranan Guru PPKn dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Bagi Siswa SLTP N.1 Distrik Uwapa, Kabupaten Nabire

2003

13

Yuliana Ansanai

Hubungan Isu Papua Merdeka dengan Prestasi Belajar Siswa

14

Ariestiani Dyah Minarti

Tinjauan Tentang Tenaga Pndidik Non FKIP Dalam Proses Pembelajaran Pada SMU Hikmah Yapis Jayapura (suatu studi kasus)

2002

15

Sugiono

Studi tentang Kehidupan Suku Buton Dengan Masyarakat Asli Daerah Sentani di Kampung Toladan, Kelurahan Sentani Kota, Kematan Sentani

2002

16

Etuk Yikwa

Persepsi

2003

17

Hertena Tabuni

Pengaruh Metode pemberian Tugas dalam Pelajaran PPKn terhadap Pembentukan Sikap Siswa SLTP N.1 Wamena, Kabupaten Jayawijaya

2003

18

Lekius Yikwa

Peranan Remedial dalam Pembelajaran PPKn di SLTP Santo Paulus Abepura

2003

19

Sebastianus Mangelo

Pentingnya Pendidikan Moral dalam Pengajaran PPKn di SMU YPPK Taruna Dharma Kotaraja

2003

20

Segio Sawaki

Studi Tentang

2003

21

Kundrad Teturan

Tinjauan Tentang Penggunaan Media Pengajaran Dalam PBMPPKn di SLTP YPJ Kuala Kencana Timika

2002

22

Sukamat

Survei Pendapatan Masyarakat Desa Yuwanain terhadap Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Menggerakkan Pembangunan di Desa Yuwanain Kecamatan Arso Kabupaten Jayapura

2002

23

Muhammad Said

Studi Tentang Guru NonPPKnDi SMU Muh. Jayapura

2004

24

Rahmaniar

Studi Tentang Perceraian di Pengadilan Agama Jayapura

2004

25

La Ode

-

2004

26

Hiskia Uruwaya

-

2004

27

Henda Beroperay

-

2004

28

Yunita Tandisiapi

Studi Tentang Pengajaran PPKn Sebagai Salah Satu Upaya Pembentukan Kepribadian Siswa di SLTP N.5 Sorong

2004

29

Marlina Ick

Studi Tentang Kedudukan Harta Perkawinan Dalam perkawinan Adat Masyarakat Maybrat Kampung Kambuaya Distrik Ayamaru, Kabupaten Sorong

2004

30

31

Daan Daby

Marsyalina Sombolayuk

Suatu Tinjauan Tentang Kebersihan Lingkungan di Kelurahan Yabansai Distrik Abepura, Kotamadya Jayapura

Peranan Guru Dalam Memotivasi Siswa Terhadap pembelajaran PPkn di SLTP Negeri 2 Fak-Fak

2004

2002

32

Umar

Etika Musyawarah Anggota DPRD Fak-Fak

2004

33

Naftali Elopere

Perang Suku sebagai bahan Ajar Muatan Lokal

2002

34

dst

2004







===============================================
Informasi Kepada Seluruh Alumni Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP-Universitas Cenderawasih dapat mengirim artikel, informasi pendidikan, dan Informasi Nasional dan Global demi pengembangan ilmu, pertukaran informasi.

Semoga informasi yang dapat di publikasikan pada blogspot ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Diharapkan dapat mengirim informasi ke alamat sdr. Willius Kogoya dengan alamat email. willy_kogoya@yahoo.com dan willy.kogoya@gmail.com serta No HP/ sms ke 081328439500.


Artikel & Hasil Penelitian Dosen PPKn

Daftar Hasil Karya Ilmiah dosen PPKn

No

N a m a

Judul Karya Ilmiah

Tahun

1.

Yan Dirk wabiser

Peranan Boven Digoel dalam sejarah pergerakan nasional

2001

2.

Otonomi Kampung menurut Masyarakat Adat Sentani

2002

3.

Korupsi sebagai bahan ajar peserta didik

2002

4.

Tanggapan Guru pamong terhadap calon Guru PPKn 2002-20003

2003

5

Gurabesi Pahlawan Budaya Papua

2003

6.

Bernarda Meteray, YanD. Wabiser

Hubungan papua dengan kesultanan Tidore

2002

7.

Bernarda Meteray

Kebijakan pemerintah Koolonial Belanda di Papua Tahun 1960

2003

8.

Salatun

Keadaan Sosial ekonomi masyarakat Arso 1 Kecamatab Arso kabupaten Dati II

2002

9.

Tinjauan kepada Tenaga kependidikan non FKIP dalam proses pembelajaran pada SMU Hikmah YAPIS Jayapura : suatu tinjauan studi kasus

2002

10.

Marten Timisela

Strategi Pembangunan Ekonomi yang berdaya guna untuk menopang Pendidikan

2003

11.

Willius Kogoya

Pro-Kontra Pemekaran Provinsi dan Kabupaten di Papua Dalam Perspektif Nenggi-Kenggi dan Impliksinya Terhadap Ketahanan Wilayah

2007





==============================================
Semua Dosen pada program studi PPKn dapat mempublikasikan hasil penelitian atau artikel pada blogspot ini.

semoga bermanfaat bagi diri kita, mahasiswa dan seluruh peminat Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Informasi Mahasiswa PPKn yang Aktif Kuliah

Para Mahasiswa Program Studi PPKn diharapkan dapat mengirim tulisan atau mengikuti informasi di blogspot ini.

==========================================